11 CANDI HINDU- BUDHA DI INDONESIA
Candi Banyunibo
Candi
Banyunibo terletak di selatan Desa Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Sleman. Letaknya sekitar 200 m dari Candi Barong, sekitar
1 km sebelah barat daya jalan raya Yogya-Solo. Candi Budha ini berdiri
menghadap ke barat, menyendiri di lahan pertanian. Pada saat ditemukan, candi
ini hanya berupa reruntuhan. Berdasarkan hasil penelitian diperkirakan bahwa
Candi Banyuniba terdiri atas satu candi induk yang menghadap ke Barat dan
dikelilingi deretan candi perwara berbentuk stupa, 3 berderet di selatan dan 3
lagi di timur. Di halaman belakang candi terdapat sebuah lubang seperti sumur.
Ukuran Candi Banyunibo relatif kecil, yaitu lebar 11 m dan panjang sekitar 15
m. Tubuh candi berdiri di atas ‘batur’ setinggi 2,5 m yang terletak di tengah
hamparan batu andesit yang tertata rapi. Selisih luas batur dengan tubuh candi
membentuk selasar yang cukup lebar untuk dilalui 1 orang. Dinding dan pelipit
atas batur dipenuhi dengan hiasan bermotif sulur dan dedaunan yang menjulur
keluar dari sebuah wadah mirip tempayan. Di setiap sudut kaki candi
terdapat hiasan mirip kepala Kala yang disebut ‘jala dwara”. Hiasan ini
berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan. Atap candi berbentuk limasan
seperti kubah (dagoba) dengan stupa di puncaknya.
2.
Candi Borobudur
Candi Barabudur
terletak di Kabupaten Magelang, sekitar 15 km ke arah Baratdaya Yogyakarta.
Candi Budha terbesar di Indonesia ini telah warisan budaya dunia dan telah
terdaftar dalam daftar warisan dunia (world heritage list). Lokasi Candi
Barabudhur yang merupakan bukit kecil dikelilingi oleh pegunungan Menoreh, G.
Merapi dan G. Merbabu di timurlaut, serta G. Sumbing dan G. Sindoro di
baratlaut. Candi Barabudhur berdiri di atas bukit yang memanjang arah
timur-barat. Candi ini dibangun dari balok batu andesit sebanyak 47,500 m3,
yang disusun rapi tanpa perekat, dan dilapisi dengan lapisan putuh ‘vajralepa’,
seperti yang terdapat di Candi Kalasan dan Candi Sari. Bangunan kuno
Barabudur berbentuk limas bersusun dengan tangga naik di keempat sisi, yaitu
sisi timur, selatan, barat, dan utara. Tangga paling bawah dihiasi dengan
kepala naga dengan mulut menganga dan seekor singa duduk di dalamnya. Dugaan
bahwa Candi Barabudur menghadap ke timur diperkuat dengan adanya pahatan relief
pradaksina ( yang dibaca memutar searah jarum jam), berawal dari dan berakhir
di sisi timur. Selain itu, arca singa yang terbesar juga terdapat di sisi
timur. Tangga menuju ke tingkat yang lebih tinggi dilengkapi dengan
gerbang yang berukir indah dengan kalamakara tanpa rahang bawah di atas ambang
pintu. Pada mulanya tinggi keseluruhan bangunan kuno ini mencapai 42 m, namun
setelah pemugaran tingginya hanya mencapai 34,5 m. Batur atau kaki candi
berdenah bujur sangkar dengan luas denah dasar 123 x 123 m, dilengkapi penampil
yang menjorok keluar di setiap sisi. Keseluruhan bangunan terdiri atas 10
lantai yang luasnya mencapai 15, 13 m2. Lantai I sampai dengan lantai VII
berbentuk persegi, sedangkan lantai VII sampai dengan lantai X berbentuk
lingkaran. Candi Barabudur tidak mempunyai ruangan untuk tempat beribadah atau
melakukan pemujaan karena candi ini dibangun untuk tempat berziarah dan
memperdalam pengetahuan tentang Budha. Luas dinding keseluruhan mencapai
1500 m2, dihiasi dengan 1460 panil relief, masing-masing selebar 2 m.
Jumlah Arca Buddha, termasuk yang telah rusak, mencapai 504 buah.
Arca-arca Budha tersebut menggambarkan Budha dalam berbagai sikap.
3.
Candi Bubrah
Candi Bubrah terletak
di dalam Kawasan Wisata Prambanan, yaitu di Dukuh Bener, Desa Bugisan,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak banyak
informasi yang didapat mengenai candi yang saat ini tinggal berupa ‘batur’
(kaki candi) yang telah rusak dan onggokan batu bekas dinding. Nama ‘Bubrah’
dalam bahasa Jawa berarti hancur berantakan. Tidak jelas apakah candi ini
dinamakan Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya memang sudah dalam keadaan
(bubrah) berantakan atau karena memang itulah namanya. Ukuran Candi Buddha ini
relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang, memanjang arah utara-selatan.
Ukuran tepatnya tidak bisa didapatkan karena reruntuhan candi ini dikelilingi
pagar terkunci. Tinggi batur (kaki) candi sekitar 2 m. Sepanjang pelipit atas
dihiasi dengan pahatan berpola simetris. Tidak terlihat adanya sisa-sisa relief
pada dinding kaki candi. Tangga naik ke selasar di permukaan batur
terletak di sebelah timur.
4.
Candi Kalasan
Candi Kalasan terletak
di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota Yogyakarta. Dalam Prasasti
Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga Candi Kalibening, sesuai dengan
nama desa tempat candi tersebut berada. Tidak jauh dari Candi Kalasan terdapat
sebuah candi yang bernama Candi Sari. Kedua candi tersebut memiliki
kemiripan dalam keindahan bangunan serta kehalusan pahatannya.
Ciri khas lain yang
hanya ditemui pada kedua candi itu ialah digunakannya vajralepa (bajralepa)
untuk melapisi ornamen-ornamen dan relief pada dinding luarnya. Menurut
Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M)., dalam Prasasti
Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah
menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci
untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Budha. Bangunan
candi diperkirakan berada pada ketinggian sekitar dua puluh meter diatas
permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi mencapai 34 m.
Candi Kalasan berdiri
diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45×45 m yang membentuk
selasar di sekeliling candi. Di setiap sisi terdapat tangga naik ke emperan
candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada kakinya. Di hadapan anak tangga
terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan batu. Di depannya kaki tangga
dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk.
Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang berukuran 34x
45 m, terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar dan bilik-bilik
yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling kaki
candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang keluar
dari sebuah jambangan bulat. Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak
di keempat sisi, namun hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai
tangga untuk mencapai pintu dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu
masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya
tersebut dapat dikatakan bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur. Di sepanjang
dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca. Diatas
semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di
atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa
wanita bersila memegang benda di kedua belah tangannya. Relung-relung di sisi
kiri dan kanan atas pintu candi dihiasi dengan sosok dewa dalam posisi
berdiri memegang bunga teratai. Bagian atas tubuh candi berbentuk
kubus yang melambangkan puncak Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata,
4,60 m.Sepanjang batas antara atap dan tubuh candi dihiasi dengan deretan
makhluk kerdil yang disebut Gana. Atap candi ini berbentuk segi delapan dan
bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi dengan relung-relung berisi arca Budha,
sedangkan tingkat ke dua dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani
Budha. Puncak candi sesungguhnya berbentuk stupa .Ruang utama candi berbentuk
bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk di sisi timur. Di dalam ruangan
tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat
meletakkan patung Dewi Tara yang terbuat dari perunggu setinggi enam meter, di
belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
5.
Candi Lumbung
Candi Lumbung terletak
beberapa ratus meter di sebelah Selatan Candi Sewu. Candi ini sudah masuk dalam
wilayah Kabupaten Klaten, Surakarta. Tidak jelas apakah nama Lumbung memang
merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di
sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan
padi). Bangunan suci Buddha ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17
bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16
candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
6.
Candi Mendut
Candi Mendut terletak
di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa barat, sekitar 38
km ke arah barat laut dari Yogyakarta. Lokasinya hanya sekitar 3 km dari Candi
Barabudhur, yang mana Candi Buddha ini diperkirakan mempunyai kaitan erat
dengan Candi Pawon dan Candi Mendut. Ketiga candi tersebut terletak pada satu
garis lurus arah utara-selatan. Konon candi mendut diperkirakan usianya lebih
tua dibandingkan dengan Candi Borobudur. Candi ini pertama kali ditemukan
kembali pada tahun 1836. Seluruh bangunan candi Mendut diketemukan, kecuali
bagian atapnya. Pada tahun 1897-1904, pemerintah Hindia Belanda melakukan
uapaya pemugaran yang pertama dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun masih
jauh dari sempurna. Kaki dan tubuh candi telah berhasil direkonstruksi. Pada
tahun 1908, Van Erp memimpin rekonstruksi dan pemugaran kembali Candi Mendut,
yaitu dengan menyempurnakan bentuk atap, memasang kembali stupa-stupa dan
memperbaiki sebagian puncak atap. Candi Mendut memiliki denah dasar berbentuk
segi empat. Tinggi bangunan seluruhnya 26,40 m. Tubuh candi Buddha ini berdiri
di atas batur setinggi sekitar 2 m. Di permukaan batur terdapat selasar yang
cukup lebar dan dilengkapi dengan langkan. Dinding kaki candi dihiasi
dengan 31 buah panel yang memuat berbagai relief cerita, pahatan bunga dan
sulur-suluran yang indah.
7.
Candi Pawon / Brajanalan
Candi Pawon terletak
di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa
Tengah. Candi yang mempunyai nama lain Candi Brajanalan ini lokasinya sekitar 2
km ke arah timur laut dari Candi Barabudhur dan 1 km ke arah tenggara dari
Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Barabudur yang berada
pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Budha tersebut
mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga
candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya.
Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi Pawon merupakan upa angga (bagian
dari) Candi Barabudur. Menurut Casparis, Candi Pawon merupakan tempat
penyimpanan abu jenazah Raja Indra ( 782 – 812 M. Nama “Pawon” sendiri, menurut
sebagian orang, berasal dari kata pawuan yang berarti tempat menyimpan
awu (abu). Dalam ruangan di tubuh Candi Pawon, diperkirakan semula terdapat Arca
Bodhhisatwa, sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Indra yang dianggap telah
mencapai tataran Bodhisattva, maka dalam candi ditempatkan arca Bodhisatwva.
Dalam Prasasti Karang Tengah disebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan wajra
(sinar). Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattwa tersebut
dibuat dari perunggu. Batur candi setinggi sekitar 1,5 m berdenah dasar persegi
empat, namun tepinya dibuat berliku-liku membentuk 20 sudut. Dinding batur
dihiasi pahatan dengan berbagai motif, seperti bunga dan
sulur-suluran. Berbeda dengan candi Budha pada umumnya, bentuk tubuh Candi
Pawon ramping seperti candi Hindu. Pada dinding bagian depan candi, di
sebelah utara dan selatan pintu masuk, terdapat relung yang berisi pahatan yang
menggambarkan Kuwera (Dewa Kekayaan) dalam posisi berdiri. Pada dinding utara
dan selatan candi terdapat relief yang sama, yaitu yang menggambarkan Kinara
dan Kinari, sepasang burung berkepala manusia, berdiri mengapit pohon kalpataru
yang tumbuh dalam sebuah jambangan. Di sekeliling pohon terletak beberapa
pundi-pundi uang. Di langit tampak sepasang manusia yang sedang terbang. Di
bagian atas dinding terdapat sepasang jendela kecil yang berfungsi sebagai
ventilasi. Di antara kedua lubang ventilasi tersebut terdapat pahatan kumuda.
Atap candi berbentuk persegi bersusun dengan hiasan beberapa dagoba (kubah)
kecil di masing-masing sisinya. Puncak atap dihiasi dengan sebuah dagoba yang
lebih besar.
8.
Candi Plaosan
Candi Plaosan terletak
di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kira-kira 1,5 km ke
arah timur dari Candi Sewu. Candi ini merupakan sebuah kompleks bangunan
kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa
Jawa berarti utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa
berarti selatan). Pahatan yang terdapat di Candi Plaosan sangat halus dan
rinci, mirip dengan yang terdapat di Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi
Sari. Candi Plaosan yang merupakan candi Budha ini oleh para ahli diperkirakan
dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu,
yaitu pada awal abad ke-9 M. Ada 2 area Candi Plaosan yaitu :
Candi Plaosan Lor merupakan sebuah kompleks percandian
yang luas. Di depan (barat) kompleks Plaosan Lor terdapat dua pasang arca
Dwarapala yang saling berhadapan, sepasang terletak di pintu masuk utara dan
sepasang di pintu masuk selatan. Di pusat kompleks Candi Plaosan Lor terdapat
dua bangunan bertingkat dua yang merupakan candi utama. Kedua bangunan tersebut
menghadap ke barat dan masing-masing dikelilingi oleh pagar batu. Di ruang
tengah terdapat 3 arca Budha duduk berderet di atas padadmasana menghadap
pintu, namun arca Budha yang berada di tengah sudah raib. Pada dinding di kiri
dan kanan ruangan terdapat relung yang tampaknya merupakan tempat meletakkan
penerangan. Relung tersebut diapit oleh relief Kuwera dan Hariti.
Candi Plaosan Kidul terletak di selatan Candi Plaosan Lor,
terpisah oleh jalan raya. Bila di kompleks Palosan Lor kedua candi utamanya
masih berdiri dengan megah, di kompleks Candi Plaosan Kidul candi utamanya
sudah tinggal reruntuhan. Yang masih berdiri hanyalah beberapa candi perwara.
9.
Candi Ratu Baka
Candi Baka terletak
sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan atau sekitar 19 km ke arah
selatan dari kota Yogyakarta. Kawasan Candi Ratu Baka yang berlokasi di atas
sebuah bukit dengan ketinggian ± 195.97 m diatas permukaan laut, meliputi dua
desa, yaitu Desa Sambirejo dan Desa Dawung. Situs Ratu Baka sebenarnya
bukan merupakan candi, melainkan reruntuhan sebuah kerajaan. Oleh karena itu,
Candi Ratu Baka sering disebut juga Kraton Ratu Baka. Disebut Kraton
Baka, karena menurut legenda situs tersebut merupakan istana Ratu Baka, ayah
Lara Jonggrang. Kata ‘kraton’ berasal dari kata Ka-ra-tu-an yang berarti istana
raja. Diperkirakan situs Ratu Baka dibangun pada abad ke-8 oleh Wangsa
Syailendra yang beragama Buddha, namun kemudian diambil alih oleh raja-raja
Mataram Hindu. Peralihan ‘pemilik’ tersebut menyebabkan bangunan Kraton Baka
dipengaruhi oleh Hinduisme dan Buddhisme. Gerbang masuk ke kawasan wisata Ratu
Baka terletak di sisi barat. Kelompok gerbang ini terletak di tempat yang cukup
tinggi, sehingga dari tempat parkir kendaraan, orang harus melalui jalan
menanjak sejauh sekitar 100 m. Pintu masuk terdiri atas dua gerbang, yaitu
gerbang luar dan gerbang dalam.
10. Candi
Sari
Candi Sari terletak
sekitar 10 Km dari pusat Yogyakarta, hanya sekitar 3 km dari Candi Kalasan.
Tepatnya candi ini berada di Desa Bendan, Kelurahan Tirtamartani, Kecamatan
Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sesuai dengan nama desa tempatnya
berada, Candi ini juga disebut Candi Bendan. Candi Sari berbentuk persegi
panjang, dengan ukuran 17,30 x 10 m, walaupun konon denah dasar aslinya lebih
panjang dan lebih lebar, karena kaki yang asli menjorok keluar sekitar 1,60
m. Tinggi keseluruhan candi dari permukaan tanah sampai puncak stupa
adalah 17 – 18 meter. Gerbang candi, yang lebarnya kira-kira sepertiga lebar
dinding depan dan tingginya separuh dari tinggi dinding candi, sudah tak ada
lagi. Yang tersisa hanya bekas tempat bertemunya dinding pintu gerbang dengan
dinding depan. Relung-relung di sepanjang dinding luar candi, baik di tingkat
bawah maupun atas, saat ini dalam keadaan kosong. Diperkirakan, relung-relung
tersebut tadinya dihiasi dengan arca-arca Budha.
11. Candi
Sewu
Candi Sewu terletak di
Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa
Tengah. Dari kota Yogyakarta jaraknya sekitar 17 km ke arah Solo. Candi Sewu
merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, yaitu
kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang. Candi ini
diperkirakan dibangun pada abad ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada
masa itu, yaitu Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang
beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram
pada masanya mendapat pengaruh kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama
Budha. Para ahli menduga bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan
masyarakat beragama Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada isi prasasti batu
andesit yang ditemukan di salah satu candi perwara. Prasasti yang ditulis dalam
bahasa Melayu Kuno dan berangka tahun 792 Saka tersebut dikenal dengan nama
Prasasti Manjusrigrta. Dalam prasasti tersebut diceritakan tentang
kegiatan penyempurnaan prasada yang bernama Wajrasana Manjusrigrha pada tahun
714 Saka (792 Masehi). Nama Manjusri juga disebut dalam Prasasti Kelurak tahun
782 Masehi yang ditemukan di dekat Candi Lumbung.
Candi Sewu terletak
berdampingan dengan Candi Prambanan, sehingga saat ini Candi Sewu termasuk
dalam kawasan wisata Candi Prambanan. Di lingkungan kawasan wisata
tersebut juga terdapat Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Tidak jauh dari kawasan
tersebut terdapat juga beberapa candi lain, yaitu: Candi Gana, sekitar 300 m di
sebelah timur, Candi Kulon sekitar 300 m di sebelah barat, dan Candi Lor
sekitar 200 m di sebelah utara. Letak candi Sewu, candi Budha terbesar setelah
candi Borobudur, dengan candi Prambanan, yang merupakan candi Hindu, menunjukan
bahwa pada masa itu masyarakat beragama Hindu dan masyarakat beragama Buddha
hidup berdampingan secara harmonis.
Nama Sewu, yang dalam
bahasa Jawa berarti seribu, menunjukkan bahwa candi yang tergabung dalam
gugusan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun sesungguhnya tidak
mencapai 1000 buah. Tepatnya, gugusan Candi Sewu terdiri atas 249 buah candi,
terdiri atas 1 candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi
perwara. Candi utama terletak di tengah, di ke empat sisinya dikelilingi oleh
candi pengapit dan candi perwara dalam susunan yang simetris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar